Langsung ke konten utama

katekese paroki di stkip wina

Kata katekese berasal dari kata catechein (kata kerja) dancatechesis (kata benda). Akar katanya adalah kat dan echo Katartinya keluar, ke arah luas dan echo artinya gema/gaung.Berarti makna profan dari katekese adalah suatu gema yang diperdengarkan atau disampaikan ke arah luas atau keluar. Gema dapat terjadi jika ada suara yang penuh dengan keyakinan dan gema tidak pernah berhenti pada satu arah, maka katekese juga harus dilakukan dengan penuh keyakinan dan tidak pernah berhenti pada satu arah dan berharap dengan hasil tetapi lebih menekankan peroses didalamnya.
Katekese dalam paroki  Dokumen Gereja
Katekese merupakan salah satu bentuk pelayanan sabda, yang bertuju-an membuat iman umat hidup, dasar, dan aktif lewat cara pengajaran. (Direktorium Kateketik Umum 1971- #17). Katekese terpadu dengan karya-karya pastoral Gereja yang lain, tetapi sifat khasnya, yakni sebagai inisiasi, pendidikan, dan pembinaan, tetap dipertahankan.
Evangelisasi adalah rahmat dan panggilan khas Gereja, merupakan jati dirinya yang paling dasar. Gereja ada untuk mewartakan injil. Injil harus diwartakan melalui kesaksian hidup.
Penyelenggaraan katekese oleh Gereja selalu dipandang sebagai salah satu tugas yang amat penting, yang disadari oleh tugas perutusan dari Yesus sendiri kepada para murid-Nya (Catechesi Tradendae #1). Katekese ialah pembinaan anak-anak, kaum muda dan orang-orang dewasa dalam iman, yang mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud menghantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen.
Dasar Katekese
Dasar katekese adalah “penugasan Kristus kepada para rasul dan pengganti-pengganti mereka”. Dalam Matius 28 : 19-20, Yesus mengutus para rasul untuk “pergi”, “menjadikan semua bangsa murid-Ku”, “baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus”, dan “ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu”.
Subyek Katekese
Katekese adalah karya Gereja yang mendasar. Gereja dipanggil untuk melanjutkan tugas Yesus, Sang Guru, dan diutus menjadi pengajar iman, dengan dijiwai oleh Roh Kudus. Oleh karena itu subyek katekese adalah Gereja.
Iman yang diajarkan oleh Gereja dalam iman yang dihidupi oleh Gereja itu sendiri, yaitu (1) pemahaman tentang Allah dan rencana penyelamatan-Nya, (2) pandangan tentang manusia adalah ciptaan yang paling mulia. (3) warta Kerajaan Allah, (4) harapan dan Kasih
Obyek Katekese
Tujuan katekese bukan hanya untuk membuat orang saling berkontak, melainkan juga dalam kesatuan dan kemesraan, dengan Yesus Kristus. Segala kegiatan mewartakan Kabar Gembira dimengerti sebagai usaha mempererat kesatuan dengan Yesus Kristus. Mulai dengan pertobatan ‘awal’ seseorang kepada Tuhan yang digerakan oleh Roh Kudus melalui pewartaan Injil yang pertama, katekese berusaha mengukuhkan dan mematangkan kesetiaan pertama ini.
Bentuk Katekese
Ditinjau dari segi penyajiannya, katekese dapat dibedakan dalam 3 bentuk :
Bentuk Praktis. Bentuk ini mengarahkan peserta katekese untuk bergiat dan rajin dalam mempraktekkan kehidupan agamanya: rajin beribadah, berdoa dan berdevosi, bergairah menghadiri perayaan Ekaristi dan perayaan lain, mengenal baik masa-masa liturgis segala sarana dan peralatannya. Sumber utamanya adalah liturgi Gereja.
Bentuk Historis bentuk ini memperdalam pengenalan umat akan sejarah penyelamatan dari pihak Allah, yang diawali dengan janji-janji mesianis dalam Perjanjian Lama dan memuncak dalam pribadi Kristus dalam Perjanjian Baru. Sumber utamanya adalah Kitab Suci. Bentuk Sistematis. Bentuk ini menyajikan kepada umat ajaran teologis dan dogmatis yang tersusun secara sistematis, singkat, dan padat. Sumbernya adalah buku Katekismus.
Pada prakteknya bentuk-bentuk tersebut berbaur dan saling berkaitan. Ajaran biblis, historis, teologis, dogmatis dimaksudkan untuk membantu umat semakin menyadari penyelamatan Allah melalui Gereja-Nya. Dengan kesadaran itu umat diharapkan akan terdorong untuk semakin giat dalam praktek-praktek keagamaan.
Prinsip-Prinsip Katekese
Usaha katekese merupakan tanggung jawab seluruh umat sebagai Gereja. Usaha katekese mementingkan “proses” (bukan hasil yang langsung atau instan). Dengan kata lain : yang lebih utama adalah bukan target atau hasil yang dicapai, melainkan proses menuju atau memperoleh hasil itu. Katekese membantu orang menghayati imannya dalam situasi aktual. Katekese berupaya mendorong umat untuk membangun relasi yang harmonis dengan Tuhan, sesama maupun lingkungannya. Katekese harus memperhitungkan situasi peserta (latar belakang, psikologi, minat, kebutuhannya). Katekese harus menjadi lebih kontekstual. Proses katekese adalah proses pendidikan iman yang membebaskan. Dalam proses katekese setiap pribadi dihargai martabatnya sederajat, dimana setiap orang bebas mengungkapkan pengalaman imannya tanpa rasa takut. Katekese diharapkan membangun iman yang “terlibat” (mendorong “aksi”) Pendamping katekese sebagai “fasilitator” yang memudahkan terjadinya komunikasi iman. Untuk itu, tidak tepatlah kalau pendamping bertindak sebagai orang yang “maha tahu” apalagi sebagai penceramah yang mendominasi proses pertemuan.
Sarana maupun metode katekese yang diupayakan, semuanya bertujuan untuk memudahkan terjadinya komunikasi iman. pemikiran bahwa dalam pertemuan katekese “yang penting asal diisi dengan banyak kegiatan bagi umat” bertentangan dengan prinsip suatu proses katekese yang bertanggung jawab. Katekese hanya salah satu dari upaya-upaya pastoral secara menyeluruh. Proses perkembangan iman harus dilengkapi dengan upaya-upaya pastoral yang lain.
Pada hakekatnya KATEKESE tidak lain adalah: pengajaran, pendalaman dan pendidikan iman agar orang Kristen mampu menginternalisirnya, sehingga semakin dewasa dalam iman.
Tanggungjawab utama dari karya katekese adalah Uskup selaku Pimpinan Gereja Lokal. Dasarnya adalah dasar dari katekese itu sendiri yakni penugasan Kristus kepada para Rasul dan kepada pengganti-pengganti mereka. Uskup tentu tidak bekerja sendiri. Uskup dibantu oleh para imamnya bersama KOMKAT menjadi orang terdepan mengupayakan berjalannnya karya katekese. Dalam PERPAS ini sudah sangat tampak tanggung jawab utama ini: input sangat bernas dan berharga telah diberikan disajikan kepada kita oleh Bapak-bapak Uskup berkaitan dengan tema Katekese ini. Uskup juga memberikan kepercayaan kepada lembaga-lembaga pendidikan tinggi Kateketik untuk mempersiapkan kader-kader handal yang memiliki spesialisasi di bidang katekese.
Minat berkatekese akan tinggi bila kegiatan katekese itu disiapkan dengan baik, sistematis, terencana dan disajikan melalui metode yang pas dan menyapa, serta dipandu oleh para fasilitator yang baik. Selain itu tema katekese yang aktual dan menyapa kebutuhan lahir batin manusia menjadi pertimbangan amat penting. Bagaimana bisa menemukan metode yang pas, bervariasi, dan menarik serta para fasilitator yang sungguh siap merupakan tugas yang dibicarakan sebagai upaya yang akan dilaksanakan di masing-masing Keuskupan.
INPUT: KATEKESE DAN BERBAGAI BIDANG PELAYANAN PASTORAL GEREJA
Kitab Suci dan Katekese sangat erat berkaitan karena Kitab Suci membutuhkan katekese dan isi katekese bersumber terutama dari Kitab Suci. Uskup Denpasar, Mgr. Silvester San menekankan katekese sebagai pemberitaan Sabda Allah yang terbaca dalam Kitab Suci. Perkembangan Gereja sangat tergantung pada usaha-usaha katekese yang menyebarkan Sabda Penyelamatan Allah kepada manusia. Dalam konteks ini, dikutip pendapat Kardinal Carlo Maria Martini bahwa keempat Injil adalah katekese yang berkelanjutan dalam Gereja Purba: Injil Markus adalah buku katekese untuk para katekumen, orang yang dipersiapkan untuk dibaptis; Injil Matius adalah buku katekese untuk orang yang telah dibaptis dan secara khusus untuk para katekis; Injil Lukas adalah buku katekese untuk orang yang telah dibaptis dan secara khusus bagi para teolog; Injil Yohanes adalah buku katekese untuk orang yang telah dewasa dalam iman dan khususnya bagi para imam. Isi Kitab Suci dapat disampaikan kepada Umat Allah melalui berbagai metode dan pendekatan katekese.
Evangelisasi dan Katekese merupakan kegiatan iman untuk menyiapkan orang, agar hidupnya dapat menjadi evangelisasi. Hal ini ditandaskan oleh Uskup Weetebula, Mgr. Edmund Woga, CSsR. Selanjutnya dikemukakan bahwa evangelisasi adalah pewartaan Kerajaan Allah melalui katekese untuk membangun kesadaran umat agar umat memiliki sikap hidup dan tingkah-laku sebagai orang beriman kristiani. Untuk itu dalam segala fase hidup iman perlu ada katekese, mulai dari rumah tanga, sekolah dan masa karya. Katekese menyadarkan umat agar pengetahuan iman tidak hanya menjadi milik kaum elit teologi, tetapi menjadi milik seluruh umat.
Liturgi sebagai Perayaan Sakramen-sakramen Gereja selalu membutuhkan Katekese. Hal ini ditandaskan oleh Mgr. Dominikus Saku, Uskup Atambua. Katekese selalu dipandang sebagai persiapan bagi perayaan Sakramen-sakramen Gereja dan penghayatannya secara praktis dalam hidup umat sehari-hari. Pembaharuan Liturgi selalu disertai dengan pembaharuan Katekese. Konsili Vatikan II dalam dokumen Sacrosanctum Concilium (SC) menekankan bahwa katekese sangat penting dalam tugas pastoral Gereja dan merupakan konsekuensi dari tuntutan pembaharuan liturgi. Katekese merupakan pendewasaan iman dan inisiasi kehidupan menggereja, memiliki tugas mistagogis untuk pendidikan liturgi, agar perayaan ritus-ritus kristiani merupakan ekspresi dari perjalanan iman yang menjamin kebenaran dan autentisitas. Dalam perayaan Sakramen-sakramen, khususnya Ekaristi, katekese harus menyadarkan umat untuk berpartisipasi aktif, sadar dan autentik dalam perayaan Liturgi Gereja (SC 14).
Kaum Muda perlu diberi pendampingan terus-menerus dalam Katekese. Mgr. Vinsensius Sensi Potokota, Uskup Agung Ende menekankan bahwa dalam katekese semua orang kristiani termasuk kaum muda dituntun ke dalam persatuan dengan Yesus Kristus sekaligus menyatukan dengan Bapa yang mengutus dan Roh Kudus yang mendorong perutusannya yang diwujud-nyatakan dalam Gereja. Melalui katekese kaum muda dituntun untuk memiliki daya tahan terhadap pengaruh negatif globalisasi dan memiliki dasar iman yang kokoh dalam menimba kecerdasan-kecerdasan yang dibutuhkan untuk hidup sukses dalam masyarakat. Melalui katekese juga kaum muda diberikan semangat Injili untuk mengembangkan kemampuan-kemampuannya agar tanggap dan tangguh dalam memilih lapangan kerja, berwirausaha dan menjadi orang-orang yang sungguh siap dalam membangun Negara dan Gereja.
Keluarga Katolik sebagai Eclesia Domestica membutuhkan peneguhan terus-menerus lewat katekese keluarga. Hal ini ditandaskan oleh Mgr. Frans Kopong Kung, Uskup Larantuka. Melalui katekese keluarga katolik diberi pendampingan untuk terus-menerus menghayati nilai-nilai kesetiaan dan kasih sayang dalam keluarga sehingga keluarga katolik menjadi wadah pendidikan pertama dan utama untuk kebajikan – kebajikan Kristiani dan nilai sosial. Dalam pangkuan keluarga “hendaknya orang tua dengan perkataan maupun teladan menjadi pewarta iman pertama bagi anak-anak mereka; orang tua wajib memelihara panggilan mereka masing-masing, secara istimewa panggilan rohani” (LG 11.2). Semua anggota keluarga, masing-masing menurut karunianya sendiri, menerima rahmat dan tanggung jawab untuk dari hari ke hari membangun persekutuan pribadi-pribadi, sambil menjadikan keluarga “gelanggang bina kemanusiaan yang lebih mendalam” (GS 52). Katekese menjadi jalan yang tepat untuk membantu keluarga dalam mewujud-nyatakan keutamaan-keutamaan kristiani ini.
Pengembangan Sosial Ekonomi diberi pendasaran yang kokoh pada perintah Yesus Kristus yaitu cinta kasih melalui katekese. Hal ini dikemukakan oleh Mgr. Petrus Turang, Uskup Agung Kupang. Katekese sosial adalah tanda keterlibatan sosial Gereja dalam membangun relasi manusia beriman melalui prinsip solidaritas, subsidiaritas, keadilan dan perdamaian. Dengan mengembangkan metodologi yang efektif, khususnya kepemimpinan partisipatif, proses katekese pembangunan sosial menurut pengajaran sosial Gereja harus terwujud dalam suatu persaudaraan, sehingga tiada orang yang berkekurangan. Persaudaraan ini adalah cintakasih sosial dalam menata barang-barang dunia ini sesuai dengan perintah baru Yesus Kristus, yaitu cintah kasih. Katekese sosial harus menyentuh seluruh persekutuan hidup Kristiani, sehingga seluruhnya masuk ke dalam tanggungjawab bersama untuk menghadirkan keadilan dan perdamaian dalam lingkungan hidup ini. Dengan berhasilnya pengembangan katekese sosial dalam persekutuan gerejawi, kita mampu mendorong perubahan sikap dan persekutuan gerejawi menurut kebersamaan hidup dengan tindakan rela berbagi. Dengan demikian terwujudlah keseimbangan dalam hidup manusia, khususnya dalam persekutuan gerejawi. (Bdk. 2 Kor 8:12-14).
Pendidikan di dalam dan di luar sekolah perlu diberi pendasaran iman kristiani melalui katekese. Hal ini ditegaskan oleh Mgr. Gerulfus Kherubim Pareira, SVD, Uskup Maumere. Selanjutnya dikemukakan hal-hal berikut: katekese pendidikan iman bagi peserta didik, tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah dan di luar sekolah diadakan untuk menjawabi situasi konkrit dengan metode katekese yang cocok yaitu doktrinal dan kontekstual. Untuk melaksanakan katekese di dunia pendidikan ini diperlukan fasilitator dengan kualitas tertentu seperti: memiliki pengetahuan, beriman dewasa, mempunyai kerelaan dan hati yang tulus, berspiritualitas yang mendalam, trampil dan memiliki keteladanan. Tujuan yang hendak dicapai adalah umat yang bertumbuh dalam iman, mengalami perubahan dan pembebasan yang menyelamatkan dalam Yesus Kristus.
Spiritualitas Katekese bertujuan melihat, mengerti dan menyadari serta menghayati jiwa, semangat atau roh berkatekese. Hal ini ditandaskan oleh Mgr. Hubert Leteng, Uskup Ruteng. Supaya katekese efektif dan berhasil, harus ada hubungan pribadi atau kontak personal dengan Pribadi Kristus. Katekese yang mengajarkan dan mewartakan Pribadi Kristus, “menggali isinya dari sumber hidup, yakni Sabda Allah yang disalurkan dalam Tradisi dan Kitab Suci. Sebab Tradisi dan Kitab Suci merupakan satu khazanah kudus Sabda Allah yang dipercayakan kepada Gereja”. (Catechesi Tradendae, no.27). Katekese harus bersifat Kristosentris, Biblicalsentris, Culturalsentris dan Aktualsentris.
Pembangunan pada prinsipnya memberdayakan manusia secara menyeluruh untuk mengupayakan kesejahteraan manusia jasmani-rohani melalui pengolahan sumberdaya yang ada. Hal ini dikemukakan oleh Drs. Frans Leburaya, Gubernur Nusa Tenggara Timur. Kerjasama antara Pemerintah dan Gereja dikemukakan oleh Semara Duran Antonius, S.Sos, Direktur Jenderal Bimas Katolik Kementerian Agama Republik Indonesia.
REKOMENDASI
Di bawah inspirasi, bimbingan dan koordinasi Uskup selaku Pimpinan Gereja Lokal harus dipastikan bahwa para Pastor dan seluruh fungsionaris Pastoral Gereja berjuang maksimal menggiatkan/menggerakkan karya Katekese sebagai bagian pokok pelayanan Gereja.
1. Komisi Kitab Suci harus melakukan pembekalan Kitab Suci berupa pelatihan, Kursus Dasar, Kursus Lanjutan dan Katekese Kitab Suci bagi para Pastor dan Fasilitator Kitab Suci, agar Kitab Suci semakin dipahami dan dihayati, lalu diwartakan secara efektif demi membangun kehidupan umat beriman dan dijadikan acuan dalam menata berbagai bidang kehidupan. Harus juga diupayakan pengumatan Kitab Suci dalam keluarga dan lembaga pendidikan, dengan bantuan metode katekese dan penggunaan media audio-visual sesuai situasi dan kondisi pemahaman umat.
2. Komisi Liturgi harus mengupayakan Katekese Liturgi (Sakramen-Sakramen, Ofisi Ilahi, Sakramentali, Tahun Liturgi dan Ritus-Ritus Gereja), disertai pendidikan liturgi lanjutan bagi para Pastor dan para petugas Liturgi, agar makna Liturgi semakin dipahami secara mendalam dan utuh, dirayakan secara baik dan benar sesuai pedoman liturgi Gereja, lalu dihayati dan dilaksanakan dalam kehidupan harian, agar berbagai bidang kehidupan dapat diresapi daya kekuatan keselamatan Allah dan mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
3. Komisi Kateketik harus mengupayakan Evangelisasi Inkulturatif dan Inklusif yang Trinitaris, dengan menggunakan Fasilitator terlatih, dibantu fasilitas dan metode katekese yang sesuai.
4. Katekis mempunyai peranan yang penting dalam melaksanakan katekese di tengah umat. Untuk itu para katekis harus disadarkan terus-menerus tentang missio canonica mereka melalui pembekalan, pelatihan dan wadah yang cocok.
5. Harus diupayakan agar dalam berbagai jenjang dan bidang kehidupan, pengembangan spiritualitas kristen mendapat perhatian yang cukup melalui doa, bacaan dan pendalaman Kitab Suci, dan pencipataan suasana rohani di lingkup kehidupan. Perlu kampanye terus-menerus untuk mengatasi berbagai terpaan dunia modern, mentalitas dan pengaruh duniawi yang berpotensi mengerdilkan ketahanan hidup rohani dalam kehidupan.
6. Komisi Kepemudaan harus berusaha maksimal melakukan pendampingan secara teratur, sistematis dan berkesinambungan terhadap kaum muda, dengan berbagai sarana dan metode pendampingan yang sesuai, agar mereka dibantu dalam pengembangan iman, kepribadian dan profesionalitas hidup, sehingga mereka sungguh menjadi anggota Gereja yang penuh. Harus juga dilakukan kerjasama dengan berbagai pihak, misalnya Dirjen Bimas Katolik, agar kaum muda bisa memiliki Katekismus Gereja Katolik.
7. Komisi Keluarga harus melakukan Katekese Keluarga dengan tema-tema yang kontekstual dan relevan, membangkitkan kebiasaan keluarga kristen yang baik (doa dalam keluarga, sharing hidup antara orang tua dan anak), menggiatkan pastoral keluarga dengan kunjungan pastoral dan bina lanjut pasangan nikah.
8. Komisi Pendidikan, dalam Kerjasama dengan Komisi Keluarga dan Katekese, harus mengupayakan Pendidikan Iman Berkelanjutan dan Kategorial sesuai Profesi dan tingkat usia, yang lebih difokuskan pada pemebentukan karakter, dengan menggunakan segala sarana Katekese yang memadai. Perlu juga dilakukan kursus pendampingan bagi para Fasilitator Katekese pendidikan Iman.
9. Bagi Komisi PSE harus dilanjutkan semangat dan gerakan Gereja Nusra Peduli Petani Membangun Kedaulatan Pangan melalui Katekese, Pembekalan dan Pelatihan bagi para Pastor, Fasilitator dan penggerak PSE yang terlibat dalam upaya pengembangan ekonomi umat, termasuk pengembangan Koperasi (CU).
1. Kriteria untuk penyajian pesan
Sehubungan dengan kriteria penyajian pesan, Petunjuk Umum Katekese meng-gambarkan sbb.: “Kriteria untuk penyajian pesan Injil dalam katekese berkaitan erat satu dengan yang lain, karena mereka muncul dari sumber yang sama.
l Pesan yang berpusat pada pribadi Yesus Kristus (kristosentris) dengan dinamika batinnya memperkenalkan dimensi tritunggal dari pesan yang sama itu.
l Pemakluman Berita Gembira tentang Kerajaan Allah, berusat pada anugerah Ke-selamatan, yang berisikan sebuah pesan tentang pembebasan.
l Ciri gerejani (ekklesial) dari pesan Injil mencerminkan sifat historisnya karena katekese sebagaimana dengan semua evangelisasi diwujudkan dalam “kehidupan Gereja.”
l Pesan Injil mencari inkulturasi, karena Berita Gembira ditujukan kepada segala bangsa, yang hanya bisa dicapai bila pesan Injil disajikan dalam keutuhan dan kemurniannya.
l Pesan Injil merupakan suatu pesan menyeluruh (komprehensif), dengan hirarki kebenarannya sendiri. Justru visi harmonis dari Injil inilah yang mengubahnya menjadi suatu peristiwa yang berarti bagi pribadi manusia.
Walaupun kriteria-kriteria ini sah bagi seluruh pelayanan sabda, di sini kriteria-kriteria itu dikembangkan dalam hubungannya dengan katekese.”
2. Pesan Injil yang berpusat pada Kristus (kristosentris)
Berkaitan dengan Pesan Injil, Petunjuk Umum Katekese 1997 art. 98 seperti beri-kut ini. Yesus Kristus tidak hanya meneruskan sabda Allah: Dia adalah Sabda Allah. Oleh karena itu, katekese harus sama sekali terikat pada-Nya. Maka ciri khas pesan yang diteruskan oleh katekese, terutama adalah “keberpusatan pada pribadi Yesus Kristus”. Ini dapat dimengerti dalam pelbagai arti.
m Pertama-tama kristosentris berarti bahwa “pada inti katekese, kita menemukan, dalam esensinya seorang pribadi, pribadi Yesus dari Nazaret, Putra tunggal Allah, penuh kasih karunia dan kebenaran” (CT art. 5). Dalam kenyataan tugas dasar katekese menghadirkan Kristus dan segala sesuatu yang berhubungan dengan Dia. Secara nyata katekese memajukan tindakan mengikuti Yesus dan persatuan dengan Dia; segala elemen dari pesan Injil mengarah ke sini.
m Kedua, kristosentris berarti Kristus adalah “pusat sejarah keselamatan”, yang di-hadirkan oleh katekese. Kristus sungguh-sungguh peristiwa final, titik temu se-gala sejarah keselamatan. Dia, yang datang ”pada kepenuhan waktu adalah kun-ci, pusat, dan akhir dari semua sejarah manusia” (GS art. 10). Pesan kateketis menolong orang-orang kristen untuk menempatkan dirinya dalam sejarah dan memasukkan diri ke dalam sejarah, dengan menunjukkan bahwa Kristus adalah tujuan tertinggi dari sejarah ini.
m Lebih dari itu, kristosentris berarti bahwa pesan Injil tidak berasal dari manusia, melainkan adalah Sabda Allah. Gereja dan atas nama Gereja, setiap katekis dalam kebenaran dapat berkata: “ajaran saya bukan berasal dari saya sendiri, ajaran saya berasal dari seorang yang mengutus saya” (Yoh 7:6). Jadi segala sesuatu yang diteruskan oleh katekis adalah “ajaran Yesus Kristus, kebenaran yang disampaikan-Nya, atau lebih tepat lagi, Kebenaran yang adalah Dia sendiri” (CT art. 6). Keberpusatan pada Kristus, mewajibkan katekis untuk meneruskan apa yang diajarkan Yesus tentang Allah, manusia, kebahagiaan, kehidupan mo-ral, kematian, dll., tanpa mengubah pemikiran-Nya dengan cara apapun.
Injil yang menceritakan kehidupan Yesus, adalah inti pesan kateketik. Mereka sendiri diberkahi dengan “struktur kateketik” (CT art. 11b). Mereka menjelaskan ajar-an yang diberikan kepada jemaat-jemaat Kristen perdana, dan yang juga menerus-kan kehidupan Yesus, pesan-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya yang menyelamat-kan. Dalam katekese, keempat injil menduduki tempat sentral karena Yesus Kristus adalah pusat mereka. Katekese disatu pihak berdasarkan teologi dan dilain pihak berdasarkan antro-pologi (pengalaman manusia seutuhnya dan kebudayaan). Oleh sebab itu maka katekese sebagai proses pendidikan iman, disatu pihak harus mengikuti proses wahyu dan iman, dan dilain pihak harus bertolak dari pengalaman dan perkembang-an manusia seutuhnya. Dengan kata lain katekese merupakan pelayanan Sabda yang hidup serentak setia kepada Allah dan setia kepada manusia.
Dalam pelaksanaannya, katekese sebagai pewartaan Kabar Gembira keselamat-an Allah dalam Yesus Kristus untuk memperdalam dan mengembangkan iman umat, memerlukan bahan dan isi yang memadai. Agar kebenaran isi pewartaan disam-paikan dengan tetap memperhatikan keutuhan isinya, maka pelaksanaan katekese selalu di bawah bimbingan “Magisterium Gereja.” Garis besar bahan dan isi katekese meliputi; Sejarah keselamatan dalam Perjanjian Lama, Sejarah Keselamatan dalam Perjanjian Baru, Ajaran pokok pewartaan kristen, Sakramen-sakramen dan Penga-laman manusia yang dihayati sebagai karya penyelamatan Allah. Di samping itu kriteria untuk penyampaian pesan dalam katekese perlu diindahkan. Penyampaian pesan Injil dalam katekese mesti berpusat pada Yesus Kristus (kristosentris).

TANGGUNGJAWAB DAN ORGANISASI KARYA KATEKESE (Menurut Komisi Kateketik Keuskupan Purwokerto Y. Suroso).
A. Tanggungjawab karya katekese
Gereja menjadi tanda dan sarana kehadiran Yesus yang menyelamatkan. Dengan demikian, Gereja dapat disebut Sakramen Yesus Kristus atau Sakramen Dasar, ka-rena di dalam Gereja, Yesus Kristus meletakkan dasar penyelamatan umat manusia, yakni persatuan manusia dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia (bdk. LG art. 1). Gereja berusaha memenuhi tuntutan-tuntutan hakiki sifat katoliknya, me-naati perintah pendiri-Nya yaitu Yesus Kristus (lih. Mrk 16:16). Dengan demikian Ge-reja sungguh-sungguh berusaha mewartakan Injil kepada semua orang. Sebab para Rasul sendiri yang menjadi dasar bagi Gereja, mengikuti jejak Kristus untuk mewar-takan Sabda kebenaran. Gereja meneruskan dan melestarikan karya itu, agar Sabda Allah terus maju dan dimuliakan (2Tes 3:1) dan karya Allah diwartakan serta diba-ngun dimana-mana. Dari hal itu nampak bahwa Gereja senantiasa berjuang dan ber-usaha melaksanakan amanat agung Yesus Kristus, untuk pergi ke seluruh dunia me-wartakan Injil kepada semua makhluk (Mrk 16:15).
“Sebagai anggota Kristus yang hidup, semua orang beriman, berkat baptis – penguatan – dan ekaristi disatu-ragakan dan diserupakan dengan Dia, terikat kewa-jiban untuk mengembangkan tenaga demi perluasan dan pengembangan tubuh-Nya, untuk mengantar selekas mungkin kepada kepenuhan-Nya (Ef 4:13). Maka hendak-nya semua putera Gereja mempunyai kesadaran yang hidup akan tanggungjawab mereka terhadap dunia, memupuk semangat Katolik sejati dalam diri mereka, dan mencurahkan tenaga mereka demi karya mewartakan Injil, sehingga menjadi garam dan terang dunia (Mat 5:13-14)” [AG art. 36].
Dari hal demikian kiranya menjadi jelas, bahwa pada dasarnya semua warga Gereja, berkat permandiannya mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk mewartakan Injil, kabar Gembira keselamatan Allah kepada semua orang. Demikian halnya katekese, sebagai kegiatan pelayanan Sabda Gereja untuk mewartakan Injil, juga merupakan tugas dan tanggungjawab seluruh warga Gereja. Oleh karena itu sebenarnya karya katekese bukan semata-mata melu-lu tugas dan tanggungjawab bagi para Katekis, Suster, Bruder, dan para Imam saja. Tugas dan tanggungjawab seluruh warga Gereja dalam karya katekese itu, diwujud-kan sesuai panggilan, peranan dan fungsi masing-masing, mulai umat awam sampai dengan Sri Paus.
1. Jemaat (Komunitas Kristiani)
Atas dasar Sakramen Inisiasi yang diterimanya, umat dituntut untuk saling mem-berikan kesaksian iman baik sebagai perorangan maupun sebagai kelompok, sehing-ga menjadi tanda kehadiran karya keselamatan Allah bagi lingkungannya (masya-rakat konkret). Sehubungan tanggung jawab jemaat kristiani terhadap katekese, Petunjuk Umum Katekese 1997 art. 220-221 menggariskan berikut ini.
Katekese adalah tanggungjawab seluruh komunitas Kristiani. Sesungguhnya, ini-siasi Kristen, “hendaknya tidak menjadi karya para katekis dan imam semata, melain-kan karya seluruh komunitas beriman” (AG art. 14). Penerusan pendidikan iman merupakan persoalan yang menyentuh seluruh komunitas; oleh karena itu, katekese merupakan suatu kegiatan mendidik yang timbul dari tanggungjawab khusus dari se-tiap anggota komunitas, dalam sebuah konteks hubungan yang kaya, sehingga para katekumen dan mereka yang menerima katekese dimasukkan secara aktif dalam kehidupan komunitas. Komunitas Kristiani mengikuti proses perkembangan kateketis, bagi anak-anak, kaum muda dan orang dewasa, sebagai suatu tugas yang secara langsung yang melibatkan dan mengikat mereka. Lagi, pada akhir proses kateketis, adalah tanggungjawab komunitas Kristiani untuk menyambut mereka yang meneri-ma katekese dalam suatu lingkungan persaudaraan, ”di dalam lingkungan ini, mere-ka akan sanggup menghayati secara lengkap apa yang telah mereka pelajari” (CT art. 24).
Komunitas Kristiani tidak hanya memberi banyak hal kepada mereka yang men-dapat katekese, melainkan juga menerima banyak hal dari mereka. Orang-orang yang baru bertobat, khususnya kaum remaja dan orang dewasa, dalam kesetiaan ke-pada Yesus Kristus, membawa pada komunitas yang menerima mereka, kekayaan manusiawi dan religius yang baru. Maka komunitas ini bertumbuh dan berkembang. Katekese tidak hanya mematangkan iman mereka yang menerima katekese, melain-kan juga membawa kematangan komunitas itu sendiri.
Namun sementara seluruh komunitas Kristiani bertanggungjawab akan katekese Kristiani dan semua anggotanya memberikan kesaksian tentang iman, hanya bebera-pa anggota menerima mandat eklesial untuk menjadi katekis. Bersama dengan peru-tusan perdana yang dimiliki para orang tua dalam hubungan dengan anak-anak me-reka, Gereja memberikan tugas berat untuk secara utuh dan khusus meneruskan iman di dalam komunitas, yang secara khusus disebut para anggota umat Allah.
2. Para Katekis Awam
Petunjuk umum katekese 1997 art. 230-231 menggariskan berikut ini. Kagiatan kateketis kaum awam juga mempunyai sifat sendiri yang sesuai dengan kedudukan mereka di dalam Gereja; “karakter sekular mereka yang sesuai dan khas bagi awam” (LG art. 31). “Kaum awam giat dalam katekese berdasarkan keberadaan mereka dalam dunia, dengan mengambil bagian pada segala tuntutan umat manusia dan membawa nuansa dan kepekaan khusus pada penerusan Injil, yakni pemakluman Injil oleh dunia dan kesaksian hidup, memperoleh sifat khusus dan keberhasilan yang khas karena dilaksanakan dalam lingkungan dunia yang biasa” (LG art. 35). Sesung-guhnya, dengan berbagai bentuk kehidupan yang sama seperti hidup mereka yang mendapat katekese, katekis awam memiliki kepekaan khusus untuk mengejawantah-kan Injil dalam kehidupan konkret pria dan wanita. Katekumen dan mereka yang menerima katekese dapat menemukan suatu pola Kristiani bagi masa depan mereka sebagai umat beriman.
Panggilan kaum awam pada katekese muncul dari Sakramen Permandian, dan dikuatkan oleh Sakramen Krisma. Melalui Sakramen Permandian dan Krisma, mereka mengambil bagian dalam “pelayanan Kristus sebagai imam, nabi, dan raja” (AA art. 2b). Lagi pula panggilan kerasulan umum, beberapa kaum awam merasa terpanggil oleh Allah untuk menerima tugas pelayanan sebagai katekis. Gereja membangunkan dan membedakan panggilan ilahi ini dan memberikan tugas perutusan untuk berka-tekese. Tuhan Yesus mengundang pria dan wanita, dengan cara khusus, untuk mengikuti Dia, guru dan pembina para murid. Panggilan pribadi Yesus Kristus dan hubungan dengan Dia merupakan daya gerak sejati kegiatan kateketik. Dari penge-nalan penuh kasih akan Kristus, muncullah kerinduan untuk memaklumkan Dia, “mengevangelisasi”, dan menuntun orang lain untuk menjawab “ya” akan iman dalam Yesus Kristus. Merasa dipanggil sebagai katekis dan menerima tugas dari Gereja memperoleh tingkat-tingkat pengabdian yang berbeda-beda selaras dengan sifat-sifat khas setiap individu. Kadang-kadang katekis bisa bekerja sama dalam pelayanan katekese dalam suatu periode yang terbatas atau semata hanya kadang-kadang, namun itu selalu merupakan pelayanan yang berharga dan kerja sama yang baik. Bagaimanapun pentingnya pelayanan katekese akan menganjurkan bahwa dalam satu Keuskupan harus ada sejumlah biarawan-biarawati dan kaum awam yang diakui secara publik dan dengan para imam dan uskup, memberikan bentuk eklesial yang sepadan bagi pelayanan Keuskupan.
3. Para Biarawan-Biarawati
Tanggungjawab katekese bagi para Biarawan dan Biarawati, dalam petunjuk umum katekese 1997 tertuang dalam art. 228-229. Gereja secara khusus memanggil mereka dalam hidup bakti kepada kegiatan kateketis dan ingin agar “komunitas-komunitas religius sedapat mungkin mengabdikan kemampuan dan sarana yang ada pada mereka bagi karya khusus katekese” (CT art. 65). Sumbangan khusus bagi katekese dari biarawan-biarawati dan anggota serikat-serikat hidup apostolik muncul dari keadaan mereka yang khusus. Kaul menurut nasehat Injil, yang menandai hidup religius, merupakan suatu hadiah bagi segenap komunitas kristiani. Dalam kegiatan kateketik Keuskupan, sumbangan mereka yang asli dan khusus tidak pernah bisa diganti oleh para imam atau kaum awam. Sumbangan orisinal lahir dari kesaksian publik akan persembahan mereka yang membuat mereka menjadi suatu tanda yang hidup realitas Kerajaan: “justru kaul nasehat-nasehat ini, dalam satu gaya hidup yang permanen yang diakui Gerejalah, yang menandai hidup yang dibaktikan kepada Allah” (bdk. LG art. 44). Walaupun nasehat-nasehat Injil harus dihayati oleh setiap orang Kristiani, mereka dalam hidup bakti “mewujudkan Gereja dalam keinginan mereka untuk menyerahkan diri kepada radikalisme Sabda Bahagia” (EN art. 69). Kesaksian kaum religius yang disatukan dengan kaum awam memperlihatkan satu wajah Gereja yang adalah suatu tanda Kerajaan Allah.
“Banyak terekat religius pria dan wanita didirikan untuk menyelenggarakan pen-didikan Kristiani kepada anak-anak dan kaum muda, khususnya mereka yang paling terlantar” (CT art. 65). Karisma yang sama para pendiri begitu rupa sehingga ba-nyak kaum religius dewasa ini bekerja sama dalam katekese Keuskupan bagi orang dewasa. Sepanjang sejarah banyak biarawan dan biarawati telah membaktikan diri bagi karya kateketik. Karisma-karisma awal bukanlah suatu pertimbangan marginal bila kaum religius menerima tugas-tugas kateketik. Sambil tetap mempertahankan keutuhan sifat katekese itu sendiri, karisma sebagai komunitas religius mengungkap-kan tugas bersama ini namun dengan penekanannya sendiri, sering mendalam se-cara religius, sosial, dan pedagogis. Sejarah katekese menunjukkan daya hidup yang telah dihasilkan oleh karisma-karisma bagi kegiatan pendidikan Gereja.
4. Para Imam
Tanggungjawab katekese bagi para Imam, dalam petunjuk umum katekese 1997 tertuang dalam artikel 224-225. Fungsi yang sesuai dengan imamat dalam tugas kateketik muncul dari Sakramen Imamat yang telah mereka terima. “Melalui sacra-men itu, para imam karena pengurapan Roh Kudus, ditandai dengan suatu karakter khusus, dan dengan demikian diserupakan dengan Kristus Imam, sehingga mereka sanggup bertindak dalam pribadi Kristus Kepala” (bdk. PO art.8;6;12a). Karena dise-rupakan dengan Kristus, pelayanan para imam adalah suatu pelayanan yang mem-bentuk komunitas Kristiani, mengatur, dan meneguhkan kharisma-kharisma serta pelayanan yang lain. Dalam katekese, Sakramen Imamat membentuk para Pastor (imam) menjadi “pendidik iman” (PO art.6b). Oleh karena itu, mereka berkarya agar melihat bahwa umat beriman dibentuk dengan tepat, dan mencapai kedewasaan Kristiani yang sejati. Di lain pihak, sadar bahwa “imamat pelayanan” (LG art.10) me-reka ada pada pelayanan “imamat umum umat beriman,” (LG art.10) para imam memajukan panggilan dan karya para katekis dan membantu mereka melaksanakan tugas yang muncul dari Sakramen Permandian dan diwujudkan karena perutusan yang dipercayakan kepada mereka oleh Gereja. Maka para imam mewujudkan per-mohonan yang dibuat oleh Konsili Vatikan II bagi mereka: “mengakui dan mema-jukan martabat kaum awam dan peranan mereka yang khusus dalam perutusan Gereja” (PO art. 9b). Tugas-tugas kateketik yang sesuai dengan imamat khususnya dengan pastor paroki adalah:
Ø Membina rasa tanggungjawab bersama bagi katekese dalam komunitas Kristiani, sebuah tugas yang melibatkan semua orang, pengakuan dan penghargaan bagi para katekis dan perutusan mereka.
Ø Memperhatikan orientasi dasar katekese dan perencanaannya dengan membe-rikan penekanan pada partisipasi aktif para katekis dan menegaskan agar “ka-tekese ditata dan dia-rahkan dengan baik.”
Ø Memajukan dan membedakan panggilan-panggilan bagi pelayanan katekese, dan sebagai katekis dari para katekis, memperhatikan pembinaannya dengan mem-berikan perhatian pa-ling besar pada tugas ini.
Ø Mengintegrasi kegiatan kateketik dalam program “evangelisasi komunitas” dan memelihara hubungan antara katekese, sakramen, dan liturgi.
Ø Menjamin ikatan antara katekese komunitasnya dengan program pastoral keus-kupan dengan menolong para katekis menjadi mitra kerja yang aktif dalam program keuskupan yang sama.
Pengalaman menunjukkan bahwa mutu katekese dalam sebuah komunitas sangat bergantung pada kehadiran dan kegiatan imam.
5. Para Uskup
Tanggungjawab katekese bagi para Uskup, dalam petunjuk umum katekese 1997 tertuang dalam art. 222-223. Konsili Vatikan II menekankan pentingnya pewartaan dan penerusan Injil dalam pelayanan keuskupan. “Di antara tugas-tugas mendasar para Uskup, pewartaan Injil menduduki tempat utama” (LG art. 25). Dalam memikul tugas ini, di atas segalanya, para Uskup adalah ”bentara iman” (LG art. 25), yang mencari murid-murid baru bagi Yesus Kristus, dan “guru-guru autentik” (LG art. 25), yang meneruskan iman kepada mereka yang dipercayakan dalam pemeliharaan mereka agar dirangkul dan dihayati. Pemakluman misioner dan katekese merupakan dua aspek dalam kesatuan yang erat dari pelayanan kenabian para Uskup. Untuk melaksanakan tugas ini, para Uskup menerima “kharisma kebenaran” (DV art. 8). “Melebihi yang lainnya, para Uskup adalah yang pertama-tama bertanggung jawab bagi katekese dan para katekis” (CT art. 63b). Dalam sejarah Gereja, pengaruh besar para Uskup yang agung dan kudus jelas nyata. Tulisan-tulisan dan prakarsa mereka menandai periode katekumenat yang paling kaya. Mereka melihat katekese sebagai tugas pelayanan mereka yang paling mendasar (bdk. CT art. 12a). Perhatian pada kegiatan kateketik ini akan membawa Uskup untuk memberikan “pengarahan kate-kese menyeluruh” (CT art. 63c) dalam Gereja Keuskupan, yang antara lain menca-kup:
u Ia menjamin prioritas efektif bagi katekese yang aktif dan menghasilkan buah bagi Gerejanya “dengan mengerahkan orang-orang penting untuk pelaksanaan, sarana dan alat-alat, serta sumber keuangannya” (CT art.63c).
u Ia memiliki perhatian pada katekese dengan campur tangan langsung dalam penerusan Injil kepada kaum beriman, dan bahwa dia hendaknya waspada, se-hubungan dengan keaslian iman serta mutu teks-teks yang digunakan dalam ka-tekese (bdk. CT art. 63c);
u “Ia menghasilkan dan mempertahankan suatu semangat yang sejati bagi kateke-se, semangat yang dimaksudkan ke dalam suatu organisasi yang efektif dan yang berkaitan dengan itu” (CT art. 63c), keluar dari jati diri yang mendalam akan pentingnya katekese bagi kehidupan Kristiani keuskupan;
u Ia menjamin “agar para katekis dipersiapkan secara memadai untuk tugas mere-ka, karena telah dengan baik menerima pengetahuan teoritis maupun praktis tentang hukum psikologi dan metode pendidikan” (CD art. 14b);
u Ia membuat “program yang jelas dan menyeluruh” dalam Keuskupan untuk men-jawab kebutuhan nyata jemaat (umat) beriman: yang harus dimasukkan dalam rencana pastoral Keuskupan dan diatur bersama dengan program-program Kon-perensi Wali Gereja.
B. Tata kerja (pengorganisasian) karya katekese
Dalam rangka usaha memahami tata kerja (pengorganisasian) karya katekese, berikut digunakan Petunjuk Umum Katekese 1997 khususnya artikel 265-271.
1. Pelayanan kateketik Keuskupan
Organisasi pembinaan pastoral kateketik bertitik acuan pada Uskup dan Keus-kupan. Komisi Kateketik Keuskupan adalah “sarana yang digunakan oleh Uskup seba-gai kepala komunitas dan guru doktrin untuk mengarahkan dan mengatur segala ke-giatan kateketik keuskupan” (PUK-1997 art. 126).
Kompetensi dasar Komisi Kateketik Keuskupan adalah seba-gai berikut:
a) Menganalisis keadaan keuskupan sehubungan dengan pendidikan iman: analisis demikian harus menentukan, antara banyak hal lain, kebutuhan nyata keuskupan sejauh berkenaan dengan praksis kateketik;
b) Mengembangkan suatu rencana kegiatan dengan menyusun tujuan-tujuan yang jelas, mengusulkan saran-saran yang pasti dan memperlihatkan hasil-hasil yang konkret;
c) Mengemban tugas pembinaan katekis; serta pusat-pusat yang sesuai haruslah didirikan;
d) Mempersiapkan atau sekurang-kurangnya menunjukkan kepada paroki-paroki dan katekis-katekis, sarana-sarana yang perlu bagi katekese: katekismus, buku-buku petunjuk, program untuk usia-usia yang berbeda, tuntunan bagi katekis, bahan-bahan untuk mereka yang menerima katekese, alat peraga audio-visual, dll.;
e) Membantu perkembangan institusi kateketik keuskupan yang khusus (kateku-menat, katekese paroki, dan kelompok-kelompok yang bertanggung jawab bagi katekese): ini semua merupakan “sel-sel basis” kegiatan-kegiatan kateketik;
f) Meningkatkan mutu personel dan sumber daya material pada tingkat keuskupan dan pada tingkat paroki serta vikariat (bdk. CT art. 63);
g) Berkaitan dengan pentingnya liturgi bagi katekese, bekerja sama dengan Komisi Liturgi; khususnya untuk katekese awal dan katekumenat.
Untuk mewujudkan tanggungjawab-tanggungjawab ini, hendaknya Komisi Kate-ketik Keuskupan “mempunyai staf orang-orang yang kompeten. Keluasan dan ber-bagai masalah yang harus ditangani meminta agar tanggungjawab dibagi antara sejumlah orang yang sungguh ahli dan mampu.” Sisanya, pelayanan keuskupan ini dilaksanakan oleh imam, rohaniwan-rohaniwati, dan kaum awam. Katekese demikian mendasar bagi kehidupan setiap keuskupan, sehingga “tidak ada keuskupan yang bisa ada tanpa Komisi Kateketiknya sendiri”.
2. Pelayanan kerja sama antar Keuskupan
Kerja sama ini sangat berhasil pada jaman ini. Upaya-upaya kateketik bersama dianjurkan bukan hanya karena jarak geografis yang dekat, melainkan juga karena kesamaan bentuk kebudayaan. “Adalah bermanfaat bagi sejumlah keuskupan untuk menggabungkan karya-karya mereka agar pengalaman-pengalaman, usaha-usaha, biro dan sarana-sarananya bermanfaat bagi semua orang; keuskupan-keuskupan yang lebih sejahtera bisa menolong keuskupan yang lain, dan agar program kegiatan bersama dipersiapkan bagi daerah sebagai suatu keseluruhan” (PUK-1997 art. 268).
3. Pelayanan Majelis para Uskup
Majelis para Uskup dapat mendirikan Komisi Kateketik, yang tujuan utamanya ialah untuk menolong masing-masing Keuskupan dalam soal-soal kateketik. Kemung-kinan ini, yang telah ditentukan oleh peraturan Kanon, adalah suatu realita dalam banyak Majelis Para Uskup. Komisi Kateketik, atau Pusat Kateketik Nasional dari Ma-jelis Para Uskup mempunyai fungsi ganda (PUK-1997 art. 269):
¤ Melayani kebutuhan kateketik semua keuskupan dalam teritorial tertentu; me-mantau publikasi yang berelevansi nasional, konggres-konggres nasional, hu-bungan-hubungan dengan media masa, dan secara umum tugas dan tanggung-jawab yang melampaui sarana daerah dan keuskupan.
¤ Melayani keuskupan-keuskupan dan daerah-daerah dengan membagikan infor-masi dan proyek-proyek kateketik, supaya mengatur kegiatan-kegiatan dan memberikan bantuan kepada keuskupan-keuskupan yang kurang dilengkapi dengan bahan-bahan kateketik.
Bila satu keuskupan menentukan demikian, adalah wewenang Komisi Kateketik atau Pusat Kateketik Nasional untuk menyusun kegiatan-kegiatan bersama dengan institusi-institusi kateketik lainnya, atau bekerja sama dengan kegiatan-kegiatan kateketik pada taraf internasional. Semuanya ini dilaksanakan sebagai suatu sarana membantu para Uskup.
4. Pelayanan Takhta Suci
Dalam Petunjuk Umum Katekese 1997 art. 270-271 digariskan bahwa “Perintah Kristus untuk mewartakan Injil kepada semua makhluk langsung dan pertama-tama berlaku bagi mereka (para Uskup) bersama Petrus, tunduk kepada Petrus” (AG art. 38a). Pelayanan pengganti Petrus dalam perintah kolegial Yesus yang berhubungan dengan pewartaan dan penerusan Injil ini, mengandaikan tanggungjawab dasar. Pe-layanan itu harus dipandang, bukan hanya sebagai pelayan global yang mencapai semua Gereja dari luar, melainkan dari dalam sebagai suatu yang telah menjadi sifat keberadaan setiap Gereja partikular. Pelayanan Petrus dalam katekese dilaksanakan dengan cara yang istimewa melalui ajaran-ajarannya. Paus, sehubungan dengan ka-tekese, bertindak secara langsung dan khusus, melalui Konggregasi untuk Klerus, yang menolong Uskup Roma melaksanakan penggembalaannya yang tertinggi. Maka Konggregasi untuk Klerus berfungsi:
¡ Memajukan pendidikan religius umat beriman dari setiap zaman, situasi, dan kondisi.
¡ Mengeluarkan norma-norma tepat pada waktunya sehingga pelajaran-pelajaran kateketik dapat dijelaskan sesuai dengan program yang tepat.
¡ Mempertahankan dengan saksama cara penyampaian instruksi kateketik yang sesuai.
¡ Dengan persetujuan Konggregasi untuk Ajaran Iman, memberikan persetujuan tertulis dari Takhta Suci untuk katekismus dan tulisan-tulisan lain yang berkaitan dengan instruksi kateketik.
¡ Terbuka bagi komisi-komisi kateketik dan prakarsa-prakarsa internasional me-ngenai pendidikan religius, mengatur kegiatan mereka, dan bila perlu, membe-rikan bantuan.
Berkat sakramen inisiasi yang diterimanya, pada dasarnya seluruh warga Gereja mengemban tugas dan tanggungjawab untuk mewartakan Injil, Kabar Gembira kese-lamatan Allah kepada semua orang. Demikian halnya katekese, sebagai kegiatan pelayanan Sabda Gereja untuk mengembangkan iman umat, juga merupakan tugas dan tanggungjawab seluruh warga Gereja. Tugas dan tanggungjawab itu, diwujud-kan sesuai panggilan, peran dan fungsi mereka masing-masing dalam Gereja yakni; Jemaat (sebagai komunitas Kristiani), para Katekis awam, para Biarawan-Biarawati, para Imam, dan para Uskup.
Dalam rangka upaya pelayanan dan pengembangan karya katekese agar dapat menolong pengembangan dan pematangan iman umat, maka perlu tata kerja (pe-ngorganisasian) katekese secara memadai. Pengorganisasian karya katekese itu meliputi; Pelayanan dari Takhta Suci (internasional), Konperensi Para Uskup (na-sional), Antar Keuskupan (regional), dan Keuskupan (lokal). Semuanya demi terlak-sananya pelayanan Sabda Gereja guna mewujudkan tugas perutusan yang diemban, yang berasal dari amanat agung Yesus Kristus sendiri.
PENUTUP
Hasil PERPAS IX REGIO NUSRA untuk dipakai sebagai pegangan pastoral dalam upaya menggalang kegiatan katekese di berbagai bidang pelayanan pastoral gereja, demi kemuliaan Nama Allah dan keselamatan Umat dan masyarakat di wilayah Nusa Tenggara. Katekese umumnya dimengerti sebagai pengajaran, pendalaman, dan pendidikan iman agar seorang Kristen semakin dewasa dalam iman. Jadi katekese biasanya diperuntukan bagi orang-orang yang sudah dibaptis di tengah umat yang sudah Kristen. Namun pada prakteknya, terutama pada masa Gereja Purba, katekese dimengerti sebagai pengajaran bagi para calon baptis ini merupakan arti sempit dari katekese. Sedangkan Gereja masa kini menempatkan katekese untuk pengertian yang lebih luas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ACARA REKOLEKSI

Ag. Efendi Darmanto 132777 Agnes Miraning Tyas 132778 Aloysius Iryanto          132779 Yuliana Harisa            132782 B. Gusdiantara Wijaya 132780 Nur Apriani                 132782 Yakobus Glory H. H     132796 RENCANA  KEGIATAN PASTORAL SEKOLAH                         N ama Sekolah           : SMPK St. Bernardus Madiun Kegiatan pastoral sekolah Kelas                            :VII-IX Alokasi Waktu           :   4 X 6 0 menit =   4 jam (08.00-12.00) GAGASAN POKOK Remaja katolik seringkali bimbang dan ragu dalam menentukan jalan hidupnya. Hal ini dipengaruhi oleh dirinya sendiri. Masa-masa remaja adalah masa pencarian jati diri, remaja tidak jarang berganti-ganti hobi, tujuan hidup, model rambut, dan lain sebagainya. Pencarian identitas sangat identik pada remaja, namun remaja sangat memerlukan pendampingan dalam hidupnya, karena pada masa-masa ini remaja kurang mampu membedakan mana yang baik dan mana yang kurang baik untuk dilakukan, sebab

CONTOH Modul Katekese Tema “…”

Modul Katekese Tema “…” I.                Gagasan Dasar II.             Tujuan Tujuan dari proses katekese ini adalah: 1.       Peserta mampu keluar dari zona nyaman 2.       Peserta mampu mengatur waktu untuk Tuhan. 3.       Peserta mau terlibat dalam hidup menggereja. III.           Model                                 : Shared Christian Praxis (SCP) IV.          Metode                               : Menonton Film, Tanya Jawab, Sharing, Diskusi V.             Sasaran/Peserta Katekese   : Remaja Akhir 19-23 Tahun VI.          Alokasi Waktu                    : 90 Menit VII.        Sarana/Alat                         : Kitab Suci, LCD VIII.     Sumber/Bahan Referensi 1.       Perikop Kitab Suci 2.       Paper “Dalam Iman, Kaum Muda Dipanggil Keluar dari Zona Nyamannya 3.       https://www.youtube.com/watch?v=Q4kpYIwa5xU IX.          Langkah-langkah 1.       Pembukaan ·         Lagu: ·         Doa ·         Pengantar Salamat malam

Makalah PHG (penghantar hukum Gereja).

Nama : Ag. Efendi Darmanto NPM : 132777 Nama kuliah: Pengantar Hukum Gereja Semester : IV A.     PENGANTAR Yang harus kita ingat apa itu Hukum Gereja agar dapat memahaminya, lalu disini saya tidak akan menjelaskan banyak mengenai masing-masing garis besar tersebut tetapi saya akan menjelaskan sedikit mengenai Hukum Gereja yang dapat saya artikan bahwa hukum adalah peraturan yang harus dituruti agar sesuatu yang berhubungan dengan iman dapat sepenuhnya terarah kepada hidup Religius. B.      LATAR BELAKANG Yang dimaksud hukum bukan dalam sistem pemerintahan saja melainkan sejak zaman gereja mula-mula (Gereja Perdana­), hingga zaman era-modern sekarang ini bukanlah hanya pemerintah saja yang memiliki hukum aturan aturan. Tetapi Gereja Tuhan tidak kalah saing akan hal itu, gereja juga memiliki suatu hukum dan aturan sendiri sebagai sebuah organisasi Gereja. Akan tetapi yang perlu diperhatikan hukum yang dimiliki oleh negara (pemerintah) tidak sama dengan hukum gereja. Hu