Langsung ke konten utama

kuliah keluarga modern dan jawaban serta tantangan

KELUARGA KATOLIK DI ERA MODERN 1

KELUARGA KATOLIK DI ERA MODERN
(KELEMAHAN DAN KEKUATAN)
DI DALAM PERANNYA
 --------------------------------------STKIP WIDYA YUWANA MADIUN--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ag. Efendi Darmanto
132777
 fb: efendi jeck radek
youtube: Ag efendi darmanto
pin : 5fa36c87

ABSTRACT

Nowdays, the humans’ life are affected by the development of technology rapidly. Almost everybody feel the effect of modern era in their life. On the one side, it gives easy and comfortable ways in live. But on the other side, it gives some negative and positive effect which influence to children’s personalities so the role of family is very needed in facing this problem. The Situation of the Family in the World Today 6. The situation in which the family finds itself presents positive and negative aspects: the first are a sign of the salvation of Christ operating in the world; the second, a sign of the refusal that man gives to the love of God. On the one hand, in fact, there is a more lively awareness of personal freedom and greater attention to the quality of interpersonal relationships in marriage, to promoting the dignity of women, to responsible procreation, to the education of children (Familiaris Consortio: Art 6). The task of catholic family is to construct their selves to be the new habitus or the faith base line of children, adolescent and young community lives. That Habitus description can be created by constructing the movement of ecclesiastical live for credible, transparency and accountable Catholic families (Jurnal: Suparto). ROLE OF CHRISTIAN FAMILY, The family finds in the plan of God the Creator and Redeemer not only its identity, what it is, but also its mission, what it can and should do. The role that God calls the family to perform in history derives from what the family is; its role represents the dynamic and existential development of what it is. Each family finds within itself a summons that cannot be ignored, and that specifies both its dignity and its responsibility: family, become what you are. Accordingly, the family must go back to the “beginning” of God’s creative act, if it is to attain self-knowledge and self-realization in accordance with the inner truth not only of what it is but also of what it does in history. (Familiaris Consortio: Art 6).

KEY WORDS : Era Modern, Situasi Keluarga Di Dunia Hari Ini, Keluarga Katolik,    Pemisahan Antara Iman Dan Kehidupan Sehari-Hari, Peran CHRISTIAN FAMILY.


BAB I : PENDAHULUAN

            Keluarga katolik di dunia ini sangat diwarnai dengan berbagai macam situasi bahkan permasalah yang beraneka macam bahkan peran tenaga pastoral sangatlah penting didalam mendampingi langkah keluarga di era modern. Paus Benediktus XVI dalam Surat Apostolik Porta Fidei (Pintu Iman) menyatakan keprihatinannya akan merosotnya upaya penerusan atau pewarisan iman yang sedang melkita Gereja. Bapa Suci mengajak segenap warga Gereja untuk merefleksikan kembali imannya sekaligus mengambil langkah kreatif guna membangun kembali imannya. Untuk itu, lahan penting yang harus digarap pertama sekali adalah keluarga. Keluarga dijadikan sebagai locus ideal dalam menanamkan ajaran iman, secara khusus yang bersumber dari Kitab Suci. Keluarga diajak kembali merenungkan isi Kitab Suci secara bersama-sama sehingga keluarga semakin bertumbuh dalam iman. Pendasaran iman di dalam keluarga sangat menentukan perkembangan gereja secara umum.
Maka, tidak terlalu mengherankan bahwa keluarga memainkan suatu peran yang penting dalam pertumbuhan dan pembentukan karakter gerakan kristiani perdana. Gereja Yerusalam memecahkan roti, melanjutkan pengajaran di rumah-rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah (bdk. Kis. 2:46; 5:42; 12:12). Dalam perikop ini saya sebagai penulis ingin mengajak pembaca untuk melihat kembali bahwa mewartakan kerajaan Allah harus tetap dihidupi bukan hanya orang yang bekerja didalamnya tetapi orang yang benar-benar mengikuti Kristus dalam kehidupan sehari-hari baik dalam situsi apapun maupun dimana pun.
KGK 2685 Keluarga Kristen adalah tempat pendidikan doa yang pertama. Atas dasar Sakramen Perkawinan, keluarga adalah “Gereja rumah tangga”, di mana anak-anak Allah berdoa “sebagai Gereja” dan belajar bertekun dalam doa. Teristimewa untuk anak-anak kecil, doa sehari-hari dalam keluarga adalah kesaksian pertama untuk ingatan Gereja yang hidup, yang dibangkitkan dengan penuh kesabaran oleh Roh Kudus. Dalam suratnya kepada jemaat di Kolose, Paulus memberikan penekanan tentang hubungan antar anggota keluarga: suami-istri, orangtua-anak. Hubungan itu dijelaskan dengan latarbelakang budaya patriarkat, di mana seorang suami memegang peranan penting dan istri serta anak diwajibkan untuk taat kepada sang bapak keluarga. Istri diminta untuk tunduk kepada suaminya, suami harus mengasihi istrinya dan tidak berlaku kasar padanya, anak harus taat kepada orangtua, serta bapa tidak boleh menyakiti anaknya semua ini harus dilakukan karena Tuhan.
Melayani Di Dalam Keluarga (Kol 3:18-4:1). Oleh sebab itu maka sangatlah perlu peran Dengan demikian, keluarga sebagai Ecclesia domestica merupakan tempat yang kudus, karena di dalam keluarga Allah sendiri hadir di tengah umat-Nya. Secara khusus dalam doa keluarga digenapilah Sabda Tuhan yang mengajarkan bahwa jika dua atau tiga orang yang bersekutu di dalam nama-Nya, Tuhan hadir (lih. Mat 18:20). “Tempat yang kudus” dalam keluarga tidak untuk diartikan secara jasmani, di mana keluarga menyediakan tempat khusus untuk berdoa; tetapi juga tempat kudus rohani, di mana keluarga bersama-sama menerapkan iman, pengharapan dan kasih yang melibatkan pengorbanan dan pemberian diri seturut teladan Kristus (lih. Familiaris Consortio 49).
Maka tulisan ini saya buat untuk mengenalkan serta mengajak keluarga, keluarga Katolik agar lebih memberanikan diri dan memberikan wujud nyata dalam memberikan sumbangan pemikiran tentang arus Era Modern yang sangat berpengaruh dalam pola pemikiran dan pola hidup yang sangat berpengaruh didalam permasalahan dalam keluarga katolik.



1.1        LATAR BELAKANG

1.1.1        Pengaruh Keluarga Katolik
Keluarga katolik di era modern memiliki pengaruh didalam perannya diantaranya terdapat (kelemahan dan kekuatan) sebagai pasangan Pasutri (Pasangan Suami-Istri) memiliki peran dan panggilan sebagai orang beriman yang diutus untuk mewartakan kabar gembira Allah. Tetapi dalam mewartakan kabar gembira tidaklah mudah maka adanya kesuram didalam keluarga serta tantangan yang dialami keluarga itu sendiri maka saya sebagai mahasiswa yang nantinya sebagai Katekis atau bahkan guru agama tentu harus dapat menjadi penunjuk jalan bagaimana permasalah yang dihadapi oleh keluarga agar dapat terselesaikan.
Maka tulisan yang saya buat agar mampu membantu keluarga Kristiani agar dapat memaknai arti keluarga bahkan terpanggil dalam rencana Allah bagi keluarga untuk menghidupi panggilan keluarga kristiani sebagai Madah kasih ini sebagai alat untuk mengevaluasi keluarga kristiani apakah kita sudah mewujudkannya dalam hidup keluarga? Wujud konkret panggilan kasih dalam keluarga (bdk. FC, 11).
Bukan hanya itu saja, saya sebagai penulis ingin mengajak keluarga kristiani untuk menyikapi baik itu pendidikan anak, istri, suami bahkan keluarga yang ada disekitarnya agar mampu mendidik anak pada era modern serta menciptakan komunikasi intim dengan keluarga sebab tujuan komunikasi adalah saling memahami, mencintai dan memberi dukungan. Maka saya sebagai mahasiswa mengambil tema yang tertera diatas bertujuan sangatlah jelas bagaiman saya sebagai katekis atau guru agama dapat memberikan kepedulian yang sangat berarti dalam menyikapi dunia yang sangat serba cepat (Modern) agar membatasi atau mengurangi pandangan yang salah didalamnya dengan tugas yang saya buat semoga bermanfaat serta menjadikan pelajaran tambahan baik dunia anak maupun Pasutri tersebut. Amin



1.2        TUJUAN
1.2.1        Keluarga Keristiani Memiliki Tujuan
Untuk tujuan makalah berisi tentang tujuan yang akan dicapai dengan pembuatan makalah atau paper saya sebagai penulis memiliki tujuan yang harapannya tercapai yakni:
ü  Agar mampu menyikapi suatu masalah yang terjadi di Era Modern ini.
ü  Agar Pasutri memahami (peran, rencana Allah, fungsi sebagai keluarga) yang tujuannya menjadi terpanggil.
ü  Agar Pasutri mampu menjadi terang didalam kegelapan dengan terang Injili bahkan seruan Bapa Paus dalam “Keluarga”.
ü  Agar Pasutri berperan serta dalam kehidupan dan misi Gereja.

1.3        RUANG LINGKUP MATERI
Ruang Lingkup Makalah berisi tentang ilmu atau teori yang berkaitan dengan tema “keluarga katolik di era modern (kelemahan dan kekuatan) Di dalam perannya” yang diambil dalam makalah atau paper tersebut sebagai materi atau panduan.

1.3.1        Keluarga Katolik mengemban Tugasnya yang terwujud dalam lima Tugas Gereja.
1.3.2        Bagaimana Perannya agar dapat dipahami bagi keluarga.
Era Modern sangat banyak menawarkan banyak berkat dan kemudahan tetapi juga tidak jarang membawa tantangan barat bagi kehidupan iman dan moralitas dalam ikatan keluarga dan masyarakat. Bagaimana sikap keluarga Kristiani merespon dalam masalah tersebut dari dampak Era Modern atau Gelobalisasi? Menjawab pertanyaan ini, Ola Rongan Wilhemus merespon dalam tulisannya yang diterbitkan di WINA PRESS dengan judul Keluarga Kristiani Merespon Globalisasi hal 1-15. Dalam tulisannya bermaksud membantu keluarga Kristen untuk menelaah hakekat Era modern baik itu dampak dan bagaimana keluarga Kristen merespon perkembangan jaman saat ini. Konsili Vatikan II dalam Konstitusi Dogmatis tentang Gereja Katolik melihat keluarga sebagai “Gereja Mini”. Artinya melalui keluarga ini, Allah menyalurkan Rahmat-Nya kepada keluarga untuk disebarluaskan pertama-tama kepada anggota keluarga sendiri dan kemudian kepada masyarakat luas melalui prilaku hidup yang dijiwai semangat cinta kasih, pengampunan, dan pertobatan. Sebagai Gereja mini, umat beriman Kristiani mengimani kehidupan keluarga sebagai suatu panggilan dan anugerah Ilahi sebagaimana tertulis dalam Kitab Kejadian:

“Pada awalnya, Tuhan menciptakan manusia sebagai pria dan wanita menurut gambaran dirinya sendiri dan berfirman kepada mereka, beranak cuculah dan bertambah banyak penuhilah bumi dan taklukanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara serta segala binatang yang merayap di bumi” (Kej:1:26-29).

Dengan banyaknya manusia maka makin banyak pula timbul masalah-masalah dalam kemajuan pada jaman ini maka banyak pula Rahmat Allah yang perlu dicari. Berkat Sakramen-sakramen yang diterima oleh Gereja maka mereka menjadi satu dalam anggota dan perlu ikut membangun Gereja. Yang perlu dipahami bahwa Keluarga bukan hanya merupakan sebuah komunitas basis manusiawi belaka, melainkan juga komunitas basis gerejawi yang mengambil bagian dalam karya penyelamatan Allah. Hidup berkeluarga ini menampakkan hidup Gereja sebagai suatu persekutuan (Koinonia) dalam bentuk yang paling kecil namun mendasar, yang merayakan iman melalui doa peribadatan (Leiturgia), mewujudkan pelayanan (Diakonia) melalui pekerjaan, dan memberi kesaksian (Martyria) dalam pergaulan serta semuanya itu menjadi sarana penginjilan (Kerygma) yang baru. Maka hidup berkeluarga sangat khas dalam peran yang sangat mendukung bagi perkembangan Gereja didalam kemajuan jaman yang begitu pesat dan tidak bisa kita duga-duga maka perlunya keluarga menyambutnya dengan kasih dalam Roh Kudus agar agar hidup berkeluarga dapat menyikapi dari masalah-masalah yang dihadapi dari pasangan-pasangan Keluarga ini.

1.3.3.      Lima panca tugas Gereja dalam keluarga.
Maka benar bahwa perlunya sungguh-sungguh Gereja rumah tangga harus memberi sumbangsih agar dapat mengambil bagian dalam lima tugas Gereja seperti berikut ini:
a.       Persekutuan (Koinonia)
Keluarga adalah ‘persekutuan seluruh hidup’ (consortium totius vitae) antara seorang laki- laki dan seorang perempuan berlintaskan perjanjian antara kedua belah pihak dan diteguhkan melalui kesepakatan perkawinan. Persekutuan antara mereka berdua diperluas dengan  kehadiran anak- anak dan keluarga besar. Ciri pokok dari persekutuan  tersebut adalah hidup bersama berdasarkan iman dan cinta kasih serta kesediaan untuk saling mengembangkan pribadi satu sama lain. Persekutuan dalam keluarga diwujudkan dengan menciptakan saat- saat bersama, doa bersama, kesetiaan dalam suka dan duka, untung dan malang, ketika sehat dan sakit. Jadi intinya adalah seluruh hidup keluarga sangatlah didasari hidup bersama sehingga adanya kepekaan untuk saling mengasihi seperti Allah sendiri adalah Kasih bagi sesama manusia yang ingin berdamai bersama dengan Dia.
b.      Liturgi (Leiturgia)
Kepenuhan hidup Katolik tercapai dalam sakramen-sakramen dan hidup doa. Melalui sakramen-sakramen dan hidup doa, keluarga bertemu dan berdialog dengan Allah. Dengannya mereka dikuduskan dan menguduskan jemaat gerejawi serta dunia. Relasi antara Kristus dengan Gereja terwujud nyata dalam Sakramen Perkawinan, yang menjadi dasar panggilan dan tugas perutusan suami-istri. Suami-istri mempunyai tanggung jawab membangun kesejahteraan rohani dan jasmani keluarganya, dengan doa dan karya. Doa keluarga yang dilakukan setiap hari dengan setia dakan memberi kekuatan iman dalam hidup mereka, terutama ketika mereka sedang menghadapi dan mengalami persoalan sulit dan berat, dan membuahkan berkat rohani, yaitu relasi yang mesra dengan Allah. Jadi intinya adalah relasi dengan Allah bagaikan Teologi Dari Atas Dan Dari Bawah, teologi dari atas adalah relasi atau hubungan dengan Allah yang menjadikan kita semua agar hidup menjadi sadar akan perlunya hidup dengan Allah harus memiliki semangat yang berelasi Tetap dan tidak akan berubah sedangkan teologi dari bawah yakni bagaimana setiap insan menyikapi kehadiran Allah apakah hanya diam saja atau menerima Roh Kudus yang ingin berbicara kepada kita semua. Sehingga semua itu akan membentuk hidup doa dan hidup karya yang sangat berarti dalam diri setiap manusia.
c.       Pewartaan Injil (Kerygma)
Karena keluarga merupakan Gereja Rumah tangga, keluarga mengambil bagian dalam tugas Gereja untuk mewartakan Injil. Tugas itu dilaksanakan terutama dengan mendengarkan, menghayati, melaksanakan, dan mewartakan Sabda Allah. Dari hari ke hari mereka semakin berkembang sebagai persekutuan yang hidup dan dikuduskan  oleh Sabda. “Keluarga, seperti Gereja, harus menjadi tempat Injil disalurkan dan memancarkan sinarnya. Dalam keluarga, yang menyadari tugas perutusan itu, semua anggota mewartakan dan menerima pewartaan Injil. Orang tua tidak sekedar menyampaikan Injil kepada anak-anak mereka, melainkan dari anak-anak mereka sendiri, mereka dapat menerima Injil itu juga, dalam bentuk penghayatan mereka yang mendalam. Dan keluarga seperti itu menjadi pewarta Injil bagi banyak keluarga lain dan bagi lingkungan di sekitarnya.” (Paus Paulus VI, Himbauan Apostolik, “Evangelii Nuntiandi“, EN, 71).
Sabda Allah itu termuat dalam Kitab Suci, yang tidak selalu mudah dipahami, maka keluarga sebaiknya ikut mengambil bagian secara aktif dalam kegiatan-kegiatan pendalaman Kitab Suci. Jadi intinya adalah manusia yang mau dan sungguh-sungguh ingin mengikuti Yesus sangatlah perlu adanya sumbangsih atau bentuk yang nyata didalam dirinya kepada Allah, nah kalau ditanya bagaimana caranya yakni setiap manusia yang mengikuti Yesus hendaklah secara sadar agar mampu mewartakan, menggemakan, menyerukan, dalam mengembil peran yakni sebagai saksi Kristus dalam rumah tangganya agar menjadikan benar-benar sebagai pewarta kasih Allah.
d.      Pelayanan (Diakonia)
Keluarga merupakan persekutuan cinta kasih, maka keluarga dipanggil untuk mengamalkan cinta kasih itu melalui pengabdiannya kepada sesama, terutama bagi mereka yang papa. Dijiwai oleh cinta kasih dan semangat pelayanan, keluarga katolik menyediakan diri untuk melayani setiap orang sebagai pribadi dan anak Allah. Pelayanan keluarga hendaknya bertujuan memberdayakan mereka yang dilayani, sehingga mereka dapat mandiri. Intinya adalah pelayanan. Setiap orang tentu memiliki jiwa sosial sebab setiap manusia tidak dapat hidup secara sendiri agar menjadikan panggilan dalam pelayanan menjadi sungguh nyata maka haruslah dapat cintai diri sendiri kemudian orang lain dia harus mampu berdamai dengan diri sendiri itu adalah kuncinya sehingga seseorang mampu menghadirkan cinta dalam pelayanan tersebut pelayanan merupakan sesuatu yang bertujuan berdamai dengan diri sendiri itu penting agar mampu menjadikan diri menjadi manusia baru dan meninggalkan yang lama. Maksudanya adalah mampu meninggalkan ketakutan, kegelisahan, kecemasan, ketidak siapan agar manjadi manusia yang baru yang sungguh siap didalam diri untuk melayani Allah dengan penuh kasih, cinta, harapan agar mampu menerima Roh Kudus dalam diri kita semua.
e.       Kesaksian Iman (Martyria)
Keluarga hendaknya berani memberi kesaksian imannya dengan perkataan maupun tindakan serta siap menanggung resiko yang muncul dari imannya itu. Kesaksian iman itu dilakukan dengan berani menyuarakan kebenaran, bersikap kritis terhadap berbagai ketidakadilan dan tindak kekerasan yang merendahkan martabat manusia serta merugikan masyarakat umum.” Jadi intinya adalah menjadi saksi iman itu penting tidak lagi hanya menyerukan tetapi ambil bagian didalam kesaksian tersebut sehingga kita benar benar siap mati membawa iman kita secara utuh dan tidak ragu-ragu lagi.

Dengan demikian, penjelasan dari KWI ini menegaskan bahwa keluarga menjadi Ecclesia domestica (Gereja Rumah tangga) karena mengambil bagian dalam kelima tugas atau peran Gereja, yaitu persekutuan, liturgi, pewartaan Injil, pelayanan dan kesaksian iman.

1.4      Tantangan Pastoral Keluarga Di Dunia Modern
1.4.1        Keluarga sebagai Kerajaan Allah
Dengan perkembangan baru di dalam tradisi Gereja, hakikat keristianitas itu sendiri telah menjadi lebih jelas. Justru ketika Kita mungkin telah berpikir bahwa “Gereja” berarti bahwa para uskup, imam, dan kaum biarawan, kata yang muncul dari “Gereja” tersebut berarti keluarga Kita. Tidak berarti bahwa para imam mencoba membebankan beberapa tugas mereka kepada Kita karena tidak terdapat cukup imam untuk melayani. Keluarga Kita selalu merupakan Gereja. Kita selalu memiliki panggilan untuk hidup dengan kegembiraan yang tak perlu disembunyikan sehingga membuat orang-orang berkata “Aku juga termasuk dalam bilangan Gereja. Lihatlah, betapa mereka saling mengasihi.” Gereja merupakan sebuah Keluarga, dan keluarga Kita adalah Gereja. Keluarga Kita tidak sempurna. Akan tetapi, kapankah Gereja itu sempurna? Keluarga Kita memiliki banyak persoalan. Tetapi, apakah persoalan keluarga Kita sebanding dengan persoalan yang dialami oleh umat yang disapa Paulus di dalam Surat Pertama kepada Orang Korintus yang disebutnya “para kudus”? bagaimana “sempurnanya” Pasutri sebagai sebuah keluarga, itu bukanlah pokok pembicaraan. Pokok pembicaraan adalah: Gereja sebagai Tubuh Kristus yang kelihatan.
Sebagai Gereja, keluarga kita merupakan Tubuh Yesus Kristus. Gereja sebagai keluarga memiliki panggilan menyatakan kasih dan cinta kapada dunia bahwa kasih Allah sungguh luar biasa. (menjadi keluarga katolik sejati masa kini hal 23).

1.5      Tanggungjawab Keluarga Katolik di Dunia Modern
Ketika kita berbicara tentang keluarga kristiani, kita juga bersangkut paut dengan tradisi keluarga krisitiani, yang dibangun berdasar konsensus dan bersifat monogam serta tak terceraikan. Namun, ketika kita berbicara tentang tradisi, kita tidak berbicara tentang pokok-pokok teologis yang diteruskan, melainkan berbicara penerusan penalaran dari generasi ke generasi. Dalam keluarga kristiani, penalaran yang diteruskan adalah bagaimana keluarga kristiani harus hidup di tengah masyarakat modern sehingga keluarga kristiani. Kita perlu menggalinya lebih dalam.
a.      Perjanjian Baru, Yohanes Krisostomus, Luther dan Calvin (Puritan)
Lisa Sowle Cahill menyelidiki ajaran Perjanjian Baru dan tiga orang tersebut (Yohanes Krisostomus, Luther dan Calvin) mengenai keluarga. Secara umum, ajaran itu menyebut tentang peran keluarga dalam medan publik. Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, Yesus menyebut “keluarga” sebagai sebuah bentuk yang inklusif. “Lalu kata-Nya, sambil menunjuk ke arah murid-murid-Nya: ‘Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Sebab siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku’” (Mat. 12: 49-50).
Yohanes Krisostomus menyebut bahwa keluarga berperan di dalam pelayanan kepada mereka yang miskin. Lebih dari itu, ia memimpikan bahwa Kristianitas di dalam keluarga-keluarga kristiani akan mempunyai peran yang amat kuat bagi kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Sementara itu, kaum Puritan/Calvinis menyebut bahwa keluarga Kristiani secara aktif hadir untuk membarui institusi masyarakat dan pemerintahan. Sedangkan Luther menyebut bahwa keluarga Kristiani bertugas untuk menumbuhkan cinta kristiani di dalam keluarga.
Dari tradisi ini, kaitan antara keluarga dengan masyarakat tidak dapat dilepaskan. Keluarga dan masyarakat saling membentuk dan mempengaruhi. Nilai-nilai kristiani mestinya diteruskan ke dalam kehidupan masyarakat melalui keluarga-keluarga kristiani.

b.       Ajaran Katolik Modern tentang Keluarga
Cara berpikir tentang tradisi keluarga kristiani di atas diteruskan ke dalam berbagai ajaran Gereja tentang Keluarga sebagai pendidik utama dan pertama. Bagaimana Gereja bersuara tentang keluarga ketika berhadapan dengan individualisme, tuntutan kesetaraan laki-laki dan perempuan, industrialisasi, serta etika pasar bebas yang melanda masyarakat kita? Salah satu istilah yang memegang peranan penting adalah “domestic church”. Dalam Familiaris Consortio, Paus Yohanes Paulus II menyatakan bahwa keluarga dipanggil menjadi sebuah “gereja” demi mendorong partisipasi semakin banyak keluarga bagi hidup menggereja, membantu perkembangan hidup doa dan katekese di dalam rumah, dan mendorong dedikasi keluarga bagi kebaikan bersama. Dalam hal ini, yang dipikirkan oleh ensiklik adalah bahwa misi sosial keluarga berasal identitasnya sebagai orang Kristiani dan karena tanggungjawab atas kebaikan bersama itu berasal koderatnya sebagai manusia. Domestic church ini ditujukan pada tanggungjawab keluarga kristiani atas keadilan ekonomi dan keadilan gender.
Pandangan bahwa domestic church itu berkaitan dengan keadilan ekonomi dan persoalan gender dipengaruhi oleh cara pikir modern tentang nilai seorang individu dan kebebasannya. Nilai individualitas dan kebebasan individu ini, seperti dikatakan di atas, mempengaruhi pemikiran tentang keadilan ekonomi dan kesetaraan gender (problem feminisme). Apa yang dipikirkan di dalam Familiaris Consortio, senada dengan apa yang dipikirkan di dalam dokumen-dokumen lain, misalnya: Rerum Novarum (tentang kondisi pekerja, termasuk pekerja wanita), Populorum Progressio (tentang solidaritas kepada mereka yang miskin), Piagam bagi Keluarga Kristiani, dan sebagainya.

BAB II : DASAR TEORI/LANDASAN TEORI
1.6      Pandangan Bapa Gereja
1.6.1        Pandangan Konsili Vatikan II mengenai kesimpulannya dalam Konstitusi Pastoral “Gaudium et Spes” hanya dikatakan bahwa Allah sendiri menganugerahi perkawinan dengan banyak manfaat dan tujuan unitif dan prokreatif dari perkawinan disatukan. Akan tetapi, tetap kurang jelas, bagaimana kedua tujuan itu berhubungan satu sama lain. Artinya dalam Konstitusi Pastoral “ Gaudium et Spes” 47-52 kita lihat bahwa hakikat perkawinan dirumuskan sebagai “komunitas hidup dan cinta” yang secara kodrati diarahkan pada keturunan. Konsili Vatikan II menyebutkan perceraian sebagai kenyataan yang mengaburkan keluhuran perkawinan, dan menegaskan bahwa kesatuan suami-istri dan penting anak-anak menuntut “tak-terceraikan” nya perkawinan (“Gaudium et Spes” 47-52). Sungguh jelas bahwa pandangan Konsili Vatikan II menegaskan sesuatu hal yang sangat memiliki peran penting bahwa perkawinan hendaknya didasari dengan cinta dan kasih dalam keluarga sehingga rahmat dan Roh Allah sungguh nyata dalam hakikat perkawinan tersebut. Hal 68
Paus Paulus VI menegaskan kembali ajaran Pius XII dalam ensikliknya yang berjudul “Humanae Vitae” (1968). Paus Paulus VI menyatakan bahwa bukan hanya perkawinan sebagai keseluruhan, melaikan bahwa setiap hubungan seksual antara suami-istri harus tetap terbuka terhadap adanya keturunan. Sebab, dari kodratnya, hubungan seksual harus mempunyai dua makna prokreatif, dan makna unitif.  Ada kelompok yang menegaskan bahwa “cinta suami-istri” tak termasuk dalam hakikat perkawinan mereka, kemudian mereka terikat pada hukum dan ciri-ciri perkawinan yang pokok, seperti yang ditegaskan oleh Santo Thomas Aquino (Summa Theologi, Suppl. 49,3). Hal 87-88


BAB III : PEMBAHASAN

1.7      Ciri-ciri perkawinan
Santo Agustinus mengajarkan bahwa perkawinan mempunyai 3 “bonum”, yakni: proles, fides, sacramentum. Dijelaskan bahwa fides memberikan kesetiaan, sehingga mempelai tidak punya ikatan orang lain lagi; proles mendorong mereka menerima anak-anak penuh dengan cinta, memberikan nafkah secara layak, dan mendidik secara agamawi; sacramentum menyatukan mempelai sehingga tak akan bercerai.

1.7.1        Realitas: titik terang dan suram keluarga
Perlunya memahami situasi keluarga kristiani yang hidup di zaman modern. Gereja wajib menyampaikan Injil Yesus Kristus (evangelisasi) yang tak dapat berubah namun tetap selalu baru. Pandangan dunia tentang perkawinan sebagai sakramen dan realitas perkawinan menghadapi masalah keluarga yang rumit dan kompleks. Kesadaran kebebasan pribadi dan makin besarlah perhatian terhadap kualitas relasi, martabat wanita, tumbuhnya keturunan secara bertanggungjawab, terhadap pendidikan anak, kesadaran perlunya hubungan timbal balik di bidang rohani maupun jasmani. Salah pengertian teoritis maupun praktis tentang tidak saling tergantungnya suami-istri, salah paham mengenai hubungan kewibawaan orang tua dan anak.
1.7.2        Beberapa tantangan konkrit yang dialami keluarga:
  1. Makin banyaknya perceraian sipil terhadap pasangan perkawinan Gereja,
  2. Hidup bersama tanpa peneguhan perkawinan Gereja (kanonik),
  3. Malapetaka praktik aborsi anak dan makin kerapnya sterilisasi bagi para ibu dan tumbuhnya mentalitas keluarga yang jelas-jelas menggunakan alat KB yang bersifat kontraseptif-abortif,
  4. Faktor ekonomi menyebabkan keluarga terpisah satu sama lain,
  5. Ketidaktahuan umat mengenai ajaran Gereja tentang perkawinan,
  6. Persoalan konkrit dan praktis di Paroki: keluarga yang retak tidak tahu solusi, pisah ranjang dan single parents.
1.7.3        Rencana Allah bagi keluarga kristiani:
Rencana Allah bagi keluarga dapat diketahui melalui: mengetahui kehendak Allah dari wahyu positif dan wahyu natural. Wahyu positif berarti apa yang disampaikan oleh Allah melalui KS. Wahyu natural berarti apa yang terdapat di dalam alam ciptaan dan dapat diketahui sebagai ketetapan Allah berkat akal budi manusia. Allah menciptakan manusia menurut gambar dan citra Allah (Kej. 1:27). Manusia diciptakan oleh Allah menurut model kasih, dan dengan motivasi kasih. Artinya manusia diciptakan oleh Allah dalam membangun keluarga dengan model kasih. Motivasi Allah menciptakan manusia lelaki dan perempuan dengan kasih. Panggilan manusia-keluarga adalah kasih, (Yoh. 15:13; Mat. 25:31-46).




BAB IV : PENUTUP
1.8      KESIMPULAN
Sebagai komunitas hidup dan cinta, menurut Sinode Uskup yang lalu, keluarga mempunyai empat tugas yakni: membentuk komunitas pribadi-pribadi; mengabdi kehidupan; ikut serta dalam pembangunan masyarakat; mengambil bagian dalam hidup dan pengutusan Gereja.
1.8.1        Membentuk komunitas pribadi-pribadi:
Cinta merupakan dasar dan tujuan keluarga. Keluarga harus memperkembangkan cinta, agar ia tumbuh menjadi komunitas antara pribadi yang saling mencintai. Kesatuan pertama ialah cinta eksklusif suami-istri. Roh Kudus mencurahkan lewat sakramen perkawinan cinta sejati antara mereka, seperti cinta yang menghubungkan Yesus Kristus dan Gereja. Kesatuan semacam itu dilawan oleh poligami, yang menentang kehendak Allah (GS 49).
1.8.2        Mengabdi kehidupan
Sinode Uskup menegaskan lagi ajaran Gereja, termasuk Konsili Vatikan II (GS 50) dan Paulus VI, bahwa cinta suami-istri harus terbuka bagi keturunan.
1.9       USUL DAN SARAN
1.9.1        Begitulah isinya dari makalah yang saya buat dimana terdapat tantangan maupun rintangan bagi Pasutri yang perlu diarahkan adalah hasrat mereka untuk tetap bersama Sanga Pencipta yakni Yesus sendiri yang selalu menemani didalam permasalah dan disadari atau tidak Allah selalu membimbing kita (Pasutri). Serta bagai mana Gereja menyikapi masalah tersebut beberapa uraian yang mendukungan dalam penyelesaian masalah yang dihadapi Pasutri. Apakah yang bisa dilakukan gereja? Gereja dalam panggilan dan pengutusan senantiasa berorientasi pada tindakan memberi tanggapan yang baik (a good responder). Bertolak dari hal di atas maka gereja perlu memperhatikan beberapa hal berikut:
a.    Pelayanan kategorial sebagai unit missioner membangun pola pelayanan yang utuh dengan muaranya adalah keluarga. Perlu dilakukan pelayanan yang bersifat lintas pelkat.
b.    Pelayanan kategorial mewujudkan bentuk pelayanan yang mengarah pada penguatan peran keluarga dengan system yang berjenjang dan bertahap. Artinya setiap bentuk kegiatan selalu dipayungi oleh pemahaman tentang keluarga.
c.    Pelayanan pelkat yang dpertajam dengan hadirnya pendeta khusus bidang pelayanan pelkat akan membentuk pola pelayanan yang semakin baik






LAMPIRAN
Dalam cara pandang itu, kita dapat memakai pandangan Lisa Sowle Cahill. Ia  menyatakan bahwa: “In my view, the Christian family is not the nuclear family focused inward on the welfare of its own members but the socially transformative family that seeks to make the Christian moral ideal of love of neighbor part of the common good”. Keluarga kristiani bukan sebagai keluarga inti yang hanya memfokuskan diri pada kesejahteraan anggota-anggotanya (bonum conjugum, bonum prolis) namun sebuah keluarga yang secara sosial mentransformasi masyarakat sedemikian sehingga kasih kepada sesama terpancar dalam kebaikan bersama (bonum communae).
Maka, tanggungjawab dan kesetiaan dalam keluarga kristiani mesti ada bersama dengan tindakan sosial yang altruistik, sehingga keluarga diberdayakan (empowered) untuk berpartisipasi dalam kebaikan bersama masyarakat. Melalui keluarga kristiani, laki-laki dan perempuan menjadi setara dalam berpartisipasi (berkuasa), baik di dalam keluarga maupun di tengah masyarakat, termasuk di dalamnya dalam hal ekonomi. Dengan cara pandang ini, terjadilah sebuah diskursus antara moral keluarga kristiani (kesetiaan, kesejahteraan anggota keluarga) dengan moralitas modern (kesetaraan laki-laki dan perempuan, kebaikan bersama). Singkatnya, dalam moralitas keluarga kristiani modern kita menemukan faktisitas bahwa kita menawarkan kebaikan bersama dengan memberikan kebaikan bersama, dalam dan melalui tanggungjawab publik keluarga kristiani.
Keluarga Katolik sebagai komunitas basis dipanggil untuk semakin mewujudkan dirinya sebagai keluarga Katolik sejati. Kita tidak perlu pesimis menghadapi tantangan-tantangan yang ada karena sebagai keluarga Katolik kita memiliki harta karun yang menanti untuk kita temukan.


DAFTAR PUSTAKA

Familiaris Consortio. 1981. Keluarga. Jakarta. (Lih Art 6, 49, 11)
Jurnal: Suparto hal 89-99
Tim Publikasi Pastoran Redemptoris. 2001. Menjadi Keluarga Katolik Sejati Masa Kini. Kanisius. Hal 23.
Katekismus Gereja Katolik. 1992 (lih Art 2685, 1656, 1666, 1657, 2204, 2205).
Mfs.Al. Purwa hadiwardoyo Perkawinan dalam tradisi Katolik. Kanisius hal 126-128


Komentar

Postingan populer dari blog ini

ACARA REKOLEKSI

Ag. Efendi Darmanto 132777 Agnes Miraning Tyas 132778 Aloysius Iryanto          132779 Yuliana Harisa            132782 B. Gusdiantara Wijaya 132780 Nur Apriani                 132782 Yakobus Glory H. H     132796 RENCANA  KEGIATAN PASTORAL SEKOLAH                         N ama Sekolah           : SMPK St. Bernardus Madiun Kegiatan pastoral sekolah Kelas                            :VII-IX Alokasi Waktu           :   4 X 6 0 menit =   4 jam (08.00-12.00) GAGASAN POKOK Remaja katolik seringkali bimbang dan ragu dalam menentukan jalan hidupnya. Hal ini dipengaruhi oleh dirinya sendiri. Masa-masa remaja adalah masa pencarian jati diri, remaja tidak jarang berganti-ganti hobi, tujuan hidup, model rambut, dan lain sebagainya. Pencarian identitas sangat identik pada remaja, namun remaja sangat memerlukan pendampingan dalam hidupnya, karena pada masa-masa ini remaja kurang mampu membedakan mana yang baik dan mana yang kurang baik untuk dilakukan, sebab

CONTOH Modul Katekese Tema “…”

Modul Katekese Tema “…” I.                Gagasan Dasar II.             Tujuan Tujuan dari proses katekese ini adalah: 1.       Peserta mampu keluar dari zona nyaman 2.       Peserta mampu mengatur waktu untuk Tuhan. 3.       Peserta mau terlibat dalam hidup menggereja. III.           Model                                 : Shared Christian Praxis (SCP) IV.          Metode                               : Menonton Film, Tanya Jawab, Sharing, Diskusi V.             Sasaran/Peserta Katekese   : Remaja Akhir 19-23 Tahun VI.          Alokasi Waktu                    : 90 Menit VII.        Sarana/Alat                         : Kitab Suci, LCD VIII.     Sumber/Bahan Referensi 1.       Perikop Kitab Suci 2.       Paper “Dalam Iman, Kaum Muda Dipanggil Keluar dari Zona Nyamannya 3.       https://www.youtube.com/watch?v=Q4kpYIwa5xU IX.          Langkah-langkah 1.       Pembukaan ·         Lagu: ·         Doa ·         Pengantar Salamat malam

Makalah PHG (penghantar hukum Gereja).

Nama : Ag. Efendi Darmanto NPM : 132777 Nama kuliah: Pengantar Hukum Gereja Semester : IV A.     PENGANTAR Yang harus kita ingat apa itu Hukum Gereja agar dapat memahaminya, lalu disini saya tidak akan menjelaskan banyak mengenai masing-masing garis besar tersebut tetapi saya akan menjelaskan sedikit mengenai Hukum Gereja yang dapat saya artikan bahwa hukum adalah peraturan yang harus dituruti agar sesuatu yang berhubungan dengan iman dapat sepenuhnya terarah kepada hidup Religius. B.      LATAR BELAKANG Yang dimaksud hukum bukan dalam sistem pemerintahan saja melainkan sejak zaman gereja mula-mula (Gereja Perdana­), hingga zaman era-modern sekarang ini bukanlah hanya pemerintah saja yang memiliki hukum aturan aturan. Tetapi Gereja Tuhan tidak kalah saing akan hal itu, gereja juga memiliki suatu hukum dan aturan sendiri sebagai sebuah organisasi Gereja. Akan tetapi yang perlu diperhatikan hukum yang dimiliki oleh negara (pemerintah) tidak sama dengan hukum gereja. Hu